"Perpisahan adalah upacara menyambut hari-hari penuh rindu" (Pidi Baiq)

Kisah romansa Dilan telah berakhir. Mungkin. Saat trilogi “Dilan” terbit (secara berturut-turut sejak tahun 2014, 2015, dan 2016) kita menemukan bahwa Dilan, kepala geng motor yang sok jago dan usil itu, akhirnya tak berjodoh dengan Milea. Di akhir cerita, kita disuguhi sebuah kenyataan bahwa: Milea akhirnya bertemu lelaki lain (Herdi), dan kemudian mereka menikah.

Adapun Dilan tinggallah masa lalu. Ia berhenti sebagai sebuah kenangan. Mungkin menyenangkan. Tapi juga menyakitkan. Sangat menyakitkan.   

Sebuah akhir yang murung.

Kita tahu, awal kisah Dilan dan Milea bermula ketika Milea menjadi murid pindahan di sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bandung. Ia berasal dari Jakarta. Di sekolah baru itu, ia kemudian bertemu dengan Dilan. Seorang siswa (laki-laki) yang tengil, namun punya selera humor yang tinggi, dan memesona.

Dilan dan Milea kemudian saling jatuh cinta. Dilan digambarkan sebagai sosok yang cukup romantis, penyayang, walau itu sering ia ekspresikan dengan cara yang berbeda. Unik tetapi membahagiakan. Dilan juga dikenal solider dengan siapa saja (terutama kepada kawan-kawannya) tapi keras kepala.

Sementara Milea adalah sosok yang lembut dan mudah tersentuh. Itulah (satu-satunya) alasan kenapa ia bisa dengan gampang jatuh cinta pada Dilan. Dilan sebenarnya bukanlah tipikal lelaki ideal yang disukai Milea. Tetapi Dilan punya sesuatu yang berbeda, dari sekian banyak teman-teman sekolah maupun lelaki lain yang tergila-gila pada Milea.

Milea amat perhatian. Itu tergambar dari bagaimana ia menunjukkan kasih sayang dan rindunya kepada Dilan. Quote yang kemudian menjadi amat populer, “Jangan rindu. Rindu itu berat. Kau takkan sanggup. Biar aku saja,” itu tercipta dari percakapan via telepon antara Dilan dan Milea, ketika Milea tak kuasa menahan rindu. Saban hari ia merindukan Dilan.  

Milea menyimpan harap yang begitu tinggi pada Dilan. Itulah yang (juga) menyebabkan hubungan mereka kemudian mengalami pasang surut yang tajam. Dan kadang sukar ditebak. Berliku. Bagi Milea, Dilan adalah Dilan yang ia harapkan. Dilan yang menjalani aktivitas bersekolah dengan baik, tidak ikut-ikutan geng motor lagi, dan terlibat tawuran.

Sebaliknya, bagi Dilan apa yang dilakukan Milea sangat berlebihan. Sangat protektif. Sebagai anak geng motor, adalah hal memalukan jika seorang lelaki diatur oleh perempuan. Kendatipun itu bernama pacar.

Walhasil, di suatu peristiwa tawuran antar geng motor, Dilan dan Milea (yang marah setelah mendengar keterlibatan Dilan di dalamnya) mengalami petaka yang kemudian benar-benar mengakhiri hubungan mereka. Milea minta putus. Dan Dilan memilih diam. Tak hirau dengan urusan itu.

Selanjutnya, sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama, mereka kemudian mengalami perpisahan. Perpisahan yang sunyi. Tak saling bertemu, tak saling bertegur sapa. Namun saling merindukan. Merindu dalam sakit yang panjang.                     

***

Lama saya tak mengetahui bagaimana kisah kelanjutan cinta Dilan. Iya, Dilan. Sebab, itu tidak saja karena ending kehidupan cinta Milea sudah bisa kita tebak pada akhir trilogi itu—Milea menikah dengan Herdi dan kemudian dikaruniai anak. Tetapi juga karena, saya kira, Dilan adalah tokoh sentral dalam novel karya Pidi Baiq ini.

Sehingga wajar jika banyak orang (tidak terkecuali saya) dibuat penasaran olehnya. Berkali-kali saya mengunjungi toko buku di Palu untuk sekadar mengecek: kali saja sudah ada goresan tangan terbaru Pidi Baiq untuk melengkapi trilogi Dilan itu.

Dua hari lalu, harapan saya itu terobati. Ternyata sekuelnya sudah ada. Dan itu terbit tahun 2021. Sudah cukup lama untuk menjawab sebuah rasa penasaran. Atau mungkin lebih tepatnya “rasa sedih” karena kisah ini berakhir sad ending. Tidak sesuai harapan kita: Dilan harusnya bersatu dengan Milea.

Sekuel itu saya dapat secara iseng. Iseng-iseng meng-googling novel, dan muncullah, salah satunya, goresan tangan Pidi Baiq ini. Saya kemudian meng-order-nya melalui sebuah aplikasi online. Judulnya, “Ancika: Dia yang Bersamaku Tahun 1995”. Dari judulnya saja kita sudah bisa menduga: mungkinkah ini kekasih Dilan; tambatan terakhir hatinya, setelah sebelumnya didera ombak perpisahan dari kisah yang pilu bersama Milea.

Sekuel ini, yang berarti menjadi tetralogi bagi kisah Dilan, bercerita tentang bagaimana awal pertemuan Dilan dengan Cika—Ancika Mehrunisa Rabu—hingga kemudian mereka menjalin cinta, mengikat komitmen untuk sehidup semati dalam sebuah temali pernikahan, dan memiliki anak, dari perspektif Cika.

Cika adalah siswa SMA kala bertemu Dilan (yang dalam sekuel ini diceritakan sudah kuliah). Itu terjadi tahun 1995. Artinya kurang lebih 4 tahun setelah Dilan berpisah dari Milea. Cika digambarkan sebagai sosok yang cuek, agak tomboi, dan tidak mudah jatuh cinta.

Saat pertama kali bertemu Dilan saja, Cika sudah mendapat kesan yang tidak baik tentang Dilan. Ia menganggap Dilan adalah sosok yang menyebalkan, dan oleh karena itu ia heran kenapa orang-orang seperti Dilan bisa ada di planet ini.

Memang agak jauh jika hendak membandingkan antara Milea dan Cika. Kecuali dalam urusan kecantikan. Sebab dalam kisah ini, Cika digambarkan juga sebagai gadis yang cantik, yang tak kalah cantik dari Milea. Selain dari itu, Milea dan Cika adalah dua pribadi yang berbeda. Atau bahkan saling bertolak belakang. Milea lembut, sementara Cika keras.

Tentu saja, sebagai fans garis keras Milea, apapun alasannya kita mengidealisasi Milea. Cika hanyalah second person. Pemeran pengganti kala pemeran utamanya kalah atau mati. Inilah juga yang kemudian disadari oleh Cika. Bahwa tak mudah menggantikan posisi Milea dalam palung hati Dilan. Dalam beberapa waktu, itu sempat mengusik Cika hingga kemudian di suatu waktu, ia bertemu ibu Dilan.

Ibu Dilan (yang dipanggil Bunda oleh Cika) menegaskan bahwa Milea adalah masa lalu Dilan. Ia tidak lebih dari itu. Oleh karena itu, laiknya masa lalu tak perlu menjadi beban pikiran. Sikap yang terbaik adalah berfokus pada masa depan. Hidup tak mungkin berhenti. Dan kita diminta untuk menyongsongnya dengan optimisme.

Sayangnya, Pidi Baiq tidak mengeksplor lebih lanjut bagaimana konflik batin yang mendera Cika atas masa lalu Dilan. Kegundahan itu hanya muncul pada beberapa bagian saja. Boleh jadi, juga karena Cika sudah menganggap Dilan benar-benar telah melupakan Milea.

Sehingga, pada suatu momen, saat ia dan Dilan secara tidak sengaja bertemu Milea di sebuah tempat di Bandung, reaksi Cika datar-datar saja. Setelah bertemu ia hanya berucap-singkat kepada Dilan, “kayaknya dia masih cinta pada kamu.” Tidak lebih dari itu. Tidak ada acara marah-marahan, apalagi cakar-cakaran.

***

Kisah cinta Dilan dan Milea, kemudian berlanjut pada Dilan dan Cika, sebenarnya adalah kisah romansa biasa khas anak-anak muda. Ada banyak anak-anak muda yang jatuh cinta kemudian patah hati. Berpisah. Kisah ini tentu tak bisa disejajarkan dengan “Romeo and Juliet” karya Shakespeare atau "Layla dan Majnun" karya Nezami. Walau tentu saja tak sepicis kisah Fajar Sadboy.

Yang membuat kisah ini menjadi menarik adalah karena kemampuan Pidi Baiq dalam mengangkat tema yang terbilang purba ini dengan menggunakan teknik bercerita yang indah.  Plotnya sederhana saja, mengalir dari hari ke hari. Tetapi Pidi Baiq menghadirkan perspektif dari masing-masing pelaku dalam sebuah jalinan cerita yang menawan.

Ini memungkinkan pembaca bisa menyelami lebih dalam setiap peristiwa yang dialami oleh masing-masing pelaku. Bagaimana Dilan ketika sedih, ketika berbahagia, ketika rindu, ketika ditinggal Milea. Juga sebaliknya Milea. Bagaimana ia ketika jatuh cinta pada Dilan, ketika marah, ketika Dilan menghilang tanpa kabar, ketika dihantam rindu. Semuanya bisa diselami pembaca.

Dalam hemat saya, sekuel terakhir (jika ini benar-benar menjadi akhir) tidak semenarik trilogi awal. Jika pada trilogi awal, kisah Dilan begitu menguras emosi, penuh kejutan dan ketegangan, sementara pada sekuel terakhir ini kisah Dilan mengalir dengan datar. Tidak ada kejutan berarti yang muncul. Cika menceritakan secara runut, hari demi hari, bagaimana ia mulai jatuh cinta pada Dilan hingga mereka menikah dan dikarunia anak.

Akhirnya, sebagai sebuah kisah romansa, sekuel ini telah melengkapi puzzle dari keseluruhan cerita perjalanan cinta Dilan. Ia menjawab sejumlah pertanyaan: bagaimana kehidupan Dilan setelah tak bersama Milea lagi? Atau dengan siapa Dilan akhirnya menjalin kasih?

Semua itu bisa kita temukan jawabannya pada sekuel terakhir ini. Walau tentu saja dengan rasa kecewa yang mendalam.

(16 Januari 2023) 

0 Viewers