Di tengah kejamnya kehidupan memangsa waktu kita, berusaha secara konsisten untuk menulis tetap menjadi ikhtiar penting--walau tentu saja tak mudah.
Menulis tidak saja menjadi medium kanalisasi atau ekspresi keinginan-keinginan kita, kekecewaan kita, apa yang kita alami, apa yang tidak kita inginkan, tetapi jauh lebih dari itu, memang selalu ada jarak antara harapan dan kenyataan. Das sein dan das sollen. Di sini, menulis menemukan elan vitalnya.
Menulis adalah upaya untuk memperkecil jarak antara harapan dan kenyataan. Di "alam" tulisan semua kenyataan yang tak baik itu kita kutuki agar kemudian secara perlahan-lahan bisa mendekati harapan (das sollen).
Ada banyak pertanyaan, terutama: sejauhmana signifikansi sebuah tulisan terhadap agenda perubahan di masyarakat; terhadap upaya mendekatkan harapan dengan kenyataan? Kita tahu persis bahwa negara kita ini, Indonesia, berdiri karena adanya ide besar (great idea) tentang sebuah negeri yang berdaulat, lepas dari penjajahan asing. Ide ini, mimpi inilah yang kemudian disebarluaskan melalui buku-buku, pamflet, selebaran, dan lain sebagainya, oleh para tokoh bangsa.
Tulisan-tulisan ini yang kemudian dibaca oleh sebagian besar rakyat Indonesia yang mendorong lahirnya nasionalisme (kesadaran untuk bersatu) dan patriotisme. Dan lebih lanjut, mengonsolidasi perjuangan untuk melawan perjajahan asing--kendati nyawa menjadi taruhannya.
Itulah mengapa dahulu, hampir semua pemimpin bangsa tidak saja menjadi orator ulung, tetapi juga adalah penulis yang baik. Melalui tulisan mereka memandu jalannya perjuangan dan mimpi bangsa.
Jadi sudah tahu kenapa kita semua harus tetap menjaga nyala api menulis?
(24 November 2024)
0 Viewers
0 Comments
Posting Komentar